Kemunduran berfikir kaum intelektual Indonesia
Indonesia adalah Negara yang secara geografis memiliki wilaya yang luas, dan Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, itulah Negara kita yang dikenal dengan nama Republik Indonesia.
Jumat 8 september 2017, warga Negara Indonesia hampir semuanya membahas tentang rohingnya, bahkan tidak hanya warga Negara, Negarapun membahas tentang konflik yang terjadi di Myanmar. Begitu banyak kaum intelektual Indonesia mengadakan aksi kemanusiaan tentang konflik yang terjadi di Myanmar.
Apakah konflik yang terjadi di Myanmar adalah konflik Agama.? Atau konflik ekonomi politik.?
Warga rohingnya adalah salah satu kelompok masyarakat yang tinggal di Negara bagian rakhine, rohingnya adalah komunitas yang mayoritas muslim. Jumlah mereka sekitar sejuta, tapi mereka bukan kelompok masyarakat terbesar di Rakhine. Sebagian besar warga Rakhine beragama Buddha. Komunitas warga Rakhine merasa didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma. Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah peyebab utama ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata antar kedua kelompok.
Selain itu, kelompok Rakhine merasa dikhianati secara politis, karena warga Rohingnya tidak memberikan suara bagi partai politik mereka. Ini menyebabkan semakin memperbesar kobaran api di dua kelompok ini . Sementara itu, pemerintah tidak mendorong rekonsiliasi, melainkan mendukung fundamentalis Buddha dengan tujuan menjaga kepentingannya di kawasan yang kaya sumber alam tersebut. Faktor-faktor ini adalah penyebab utama di balik konflik antar kelompok etnis dan antar agama. Ini juga jadi penyebab memburuknya kondisi hidup warga Rohingya, serta pelanggaran hak-hak sosial-politis mereka.
Lagi pulah konflik etnis sudah sering terjadi di Myanmar, konflik ekonomi politik yang selalu di buat menjadi issue Sarah/ konflik Agama, ini bukan yang pertama kali terjadi di Myanmar.secara histori Konflik di myanmar sudah pernah terjadi, Tidak hanya Rohingya, namun kelompok lain seperti Shan dan Kachin juga mengalami nasib yang kurang lebih hampir sama.
Ketika Burma diganti Myanmar oleh junta militer, umat non-Buddha menjadi sasaran diskriminasi. Terutama setelah militer menetapkan bahwa agama resmi yang diakui negara adalah Buddhaisme. Keputusan ini dipertanyakan oleh etnis Karen, Chin dan Kachin yang mayoritas beragama Kristen, serta Rohingya yang beragama Islam.
Di Arakan -nama perdana negara bagian Rakhine, perwira-perwira etnis Rohingya dicopot sepihak. Mereka, misalnya, dituduh sebagai loyalis kolonialis British. Pada masa tersebut, penangkapan sewenang-wenang terjadi terhadap etnis Rohingya. Pelakunya adalah polisi dan tentara. Mereka dianggap pemalas, biang kerok kemiskinan dan perusuh. Di pasar-pasar, orang-orang Rohingya dituduh sebagai manipulator yang licik dalam berdagang.
Semua konflik yang terjadi di Myanmar tidak lepas dari gerakan agresi militer, dari kelompok shan VS kachin bahkan sampai peristiwa rohingnya saat ini hampir semuanya adalah peran dari militer dan elit-elit pemerintahan Myanmar, Tapi masalah ini juga punya aspek ekonomi. Rakhine adalah salah satu negara bagian yang warganya paling miskin, walaupun kaya sumber daya alam. Jadi warga Rohingya dianggap beban ekonomi tambahan, jika mereka bersaing untuk mendapat pekerjaan dan kesempatan untuk berbisnis. Pekerjaan dan bisnis di negara bagian itu sebagian besar dikuasai kelompok elit Burma. Jadi bisa dibilang, rasa tidak suka warga Buddha terhadap Rohinya bukan masalah agama, melainkan didorong masalah politis dan ekonomis.
saya jadi ingat dengan kasus yang pernah terjadi di Sulawesi tengah tepat nya di poso, sebuah daerah yang perna menjadi perhatian semua orang, itu semua di akibatkan konflik ekonomi politik yang di buat menjadi issue sarah. Terjadi pembunuhan dimana-mana, pemerkosaan, dLL.
Begitu banyak kasus yang terjadi di Negara ini, begitu banyak kaum intelektual di Negara ini, tapi semua begitu muda, rapuh, dan gampang terhegomoni dangan konflik sarah, ketika ketemu maslah konflik agama semua kaum intelektual berbondong-bondong bersuara, dukung si A, dukung si B, yang jelas semua ikut berpartisipasi, seakan konflik agama bagi mereka adalah pesta rakyat karena mereka semua berteriak, Lewat aksi, social media dLL.
Tapi kenapa rakyat papua yang mengalami penderitaan yang munngkin menurut saya lebih parah di banding kasus rohingnya, hanya sebagian kecil kaum intelektual yang mendukung rakyat papua, peran Negara tidak ada terhadap rakyat papua mereka mati dengan sadis meninggalkan anak dan istri mereka, keluarga mereka, untuk satu keinginan yaitu merdeka 100%, daratan mereka kaya, lautan mereka kaya, tapi rakyat papua menderita diatas kekayaan mereka sendiri.?
Kenapa untuk rakyat papua tidak ada aksi, tidak ada teriakkan kaum intelektual, apa karena issue papua bukan issue sarah.? Sehingga kalian tidak doyan mau memikirkan masalah itu, Kembali lagi ke teory yang selama kita pelajari bahwa kelas kapitalis menginginkan perang tarjadi, dan untuk konteks era kapitalistik issue sarah adalah salah satu cara yang paling muda memicu konflik. , ini alasan kenapa saya memberi judul kemunduran berfikir kaum intelektual Indonesia, atau kemiskinan filsafat.
Kamis, 07 September 2017
Home »
SOSIALISME
» Kemunduran berfikir kaum intelektual indonesia
0 komentar:
Posting Komentar