(Pendahuluan)
Saudara²,
Sebelum memulai dengan pokok persoalan, perkenankanlah saja mengemukakan beberapa keterangan pendahuluan.
Sekarang di Daratan Eropa sedang bersimaharadjalela wabah pemogokan
dan pekikan umum untuk kenaikan upah. Soal ini akan muntjul pada Kongres
kita. Saudara² sebagai pimpinan dari Perhimpunan Internasional ini,
seharusnja sudah menetapkan pendirian mengenai soal jang utama ini. Maka
bagi saja sendiri, saja anggap adalah kewadjiban saja untuk membahas
persoalan ini sepenuhnja, sekalipun dengan risiko akan membuat kesabaran
saudara² mengalami udjian jang berat.
Lagi suatu keterangan pendahuluan perlu saja sampaikan bertalian
dengan Saudara Weston. Dia tidak sadja mengusulkan pendapat² kepada
saudara², akan tetapi telah membelandjakan dimuka umum, pada sangkanja,
demi kepentingan klas pekerdja, dan jang diketahuinja akan sangat tidak
disukai oleh klas pekerdja.[1]
Manifestasi keberanian moril sedemikian semestinjalah kita sekalian
hormati setingginja. Saja harap bahwa, kendati gaja jang tidak
di-bunga²I dari risalah saja ini, pada achir risalah ini Saudara Weston
akan mendapatkan saja bersesuaian dengan apa jang pada hemat saja
merupakan pikiran jang benar pada dasar dalil² Saudara Weston itu, akan
tetapi jang dalam bentuknja jang sekarang tidak boleh tidak saja anggap,
dalam teori, keliru dan dalam praktek, berbahaja.
Sekarang saja akan segera mulai dengan masalah jang kita hadapi.
I (Produksi dan Upah)
Alasan Saudara Weston sesungguhnja bersandar pada dua dalil: pertama, bahwa banjaknja produksi nasional adalah suatu hal jang tetap, suatu kwantitet atau besaran konstan, seperti jang mungkin dikatakan oleh ahli² ilmu pasti; kedua, bahwa banjaknja upah riil, jaitu, upah diukur dengan banjaknja barang² jang dapat dibelikannja, adalah djumlah jang tetap, suatu besaran jang konstan.
Sekarang, pertanjaannja jang bertama teranglah salah. Tahun demi
tahun saudara melihat, bahwa nilai dan banjaknja produksi bertambah,
bahwa daja peoduktif dari kerdja nasional bertambah, dan bahwa djumlah
uang jang diperlukan untuk memperedarkan produksi jang bertambah ini
selalu berubah. Apa jang benar pada achir tahun, dan pada berbagai tahun
diperbandingkan satu sama lain, adalah benar untuk setiap hari rata²
dalam tiap tahun. Djumlah atau besarnja produksi nasional selalu
berubah. Ia bukanlah suatu besaran jang konstan akan tetapi variabel, dan selain daripada perubahan² dalam penduduk, semestinjalah begitu, oleh sebab adanja perubahan jang terus-menerus dalam akumulasi kapital dan daja produktif dari kerdja. Adalah sama sekli benar, bahwa djika hari ini berlangsung kenaikan dalam tingkat umum upah, maka kenaikan tersebut, apapun akibatnja lebih djauh, pada sendirinja, tidaklah segera mengubah djumlah produksi. Ia, per-tama², akan bertolak pada keadaan jang sedang berlaku. Akan tetapi djika sebelum kenaikan upah produksi nasional adalah variabel, dan tidak tetap, maka ia akan terus variabel dan tidak tetap sesudah ada kenaikan upah.
Akan tetapi misalkan djumlah produksi nasional konstan dan bukan variabel.
Dalam hal inipun, apa jang dianggap teman kita Weston sebagai
kesimpulan jang logis masih tetap merupakan pernjataan jang tidak
beralasan. Djika saja mempunyai djumlah tertentu, misalnja delapan,
batas² absolut dari djumlah ini tidak menghalangi bagian-bagiannja untuk mengubah batas² relatif
bagian² itu. Djika laba enam dan upah dua, upah boleh bertambah
mendjadi enam dan laba berkurang mendjadi dua, dan djumlah seluruhnja
masih tetap delapan. Djadi djumlah tetap dari produksi sekali-kali tidak
membuktikan adanja djumlah upah jang tetap. Maka bagaimana teman kita
Weston membuktikan ketetapan ini? Dengan menjatakannja.
Akan tetapi sekalipun diterima pernjataannja, ini akan melipat kedua
djurusan, sedang dia hanja menekannja kesatu djurusan. Djika djumlah
upah merupakan besaran jang konstan, maka ia tak dapat dinaikkan atau
diturunkan. Maka, djika dalam memaksakan kenaikan upah sementara, kaum
buruh berlaku tolol, kaum kapitalis, dalam memaksakan turunnja upah
sementara, akan bertindak tidak kurang tololnja. Teman kita Weston tidak
membantah bahwa, dalam keadaan tertentu, kaum buruh dapat
memaksakan kenaikan upah, akan tetapi oleh sebab djumlahnja sudah
kodratnja tetap, maka mestilah ia disusul oleh suatu reaksi. Dilain
pihak, dia djuga tahu bahwa kaum kapitalis dapat memaksakan
turunnja upah, dan, sesungguhnja, selalu berusaha untuk memaksakannja.
Sesuai dengan prinsip ketetapan upah, maka suatu reaksi seharusnja
menjusul dalam hal ini, tidak kurang daripada dalam hal jang pertama.
Karena itu kaum buruh jang mengadakan reaksi terhadap usaha, atau
tindakan, penurunan upah, adalah bertindak tepat. Karena itu mereka akan
bertindak tepat dengan memaksakan kenaikan upah, oleh sebab setiap reaksi terhadap penurunan upah adalah aksi untuk kenaikan upah. Sesuai dengan prinsip Saudara Weston sendiri tentang ketetapan upah, maka kaum buruh, dalam keadaan tertentu, seharusnjalah bergabung dan berdjuang untuk kenaikan upah.
Djika dia membantah kesimpulan ini, maka dia melepaskan dalil, jang
menimbulkan kesimpulan ini. Dia tidak boleh mengatakan bahwa djumlah
upah adalah kwalitet konstan, akan tetapi bahwa, meskipun upah tidak dapat dan tidak boleh meningkat, upah dapat dan boleh turun,
bilamana kapital suka menurunkannja. Djika si kapitalis suka menjuruh
saudara makan kentang sebagai ganti dari daging, dan haver sebagai ganti
dari gandum, maka saudara harus menerima kemauannja sebagai hukum
ekonomi politik, dan tunduk kepadanja. Djika disesuatu negeri tingkat
upah lebih tinggi daripada dinegeri jang lain, umpamanja, di Amerika
Serikat lebih tinggi daripada di Inggris, maka saudara harus menerangkan
perbedaan tingkat upah ini oleh sebab adanja perbedaan antara kemauan
kapitalis Amerika dan kemauan kapitalis Inggris, suatu tjara jang pasti
sangat menjederhanakan bukan sadja studi tentang gedjala² ekonomi, akan
tetapi tentang segala gedjala lainnja.
Akan tetapi begitupun, kita masih bisa bertanja, mengapa
kemauan kapitalis Amerika berbeda dengan kemauan kapitalis Inggris? Dan
untuk mendjawab pertanjaan ini saudara harus melampaui wilajah kemauan.
Seorang pendeta bisa menerangkan kepadaku bahwa Tuhan mau sesuatu hal
di Perantjis, dan hal lain di Inggris. Djika saja minta kepadanja untuk
menerangkan keduaan kemauan ini, dia barangkali, dengan tiada malu, akan
mendjawab, bahwa Tuhan mau mempunjai satu kemauan di Perantjis dan satu
kemauan lain di Inggris. Akan tetapi teman kita Weston tentu bukan
orang jang akan mengadjukan alasan, jang begitu mengingkari samasekali
segala akal sehat.
Kemauan kapitalis sudah pasti adalah untuk mengambil sebanjak mungkin. Jang harus kita lakukan bukanlah membitjarakan kemauannja, akan tetapi menjelidiki kekuasaannja, batas² kekuasaan itu, dan watak dari batas² itu.
0 komentar:
Posting Komentar