Sabtu, 10 Juni 2017

Karl Marx; Upah Harga dan Laba (I. Produksi dan Upah)

(Pendahuluan)

Saudara²,
Sebelum memulai dengan pokok persoalan, perkenankanlah saja mengemukakan beberapa keterangan pendahuluan.
Sekarang di Daratan Eropa sedang bersimaharadjalela wabah pemogokan dan pekikan umum untuk kenaikan upah. Soal ini akan muntjul pada Kongres kita. Saudara² sebagai pimpinan dari Perhimpunan Internasional ini, seharusnja sudah menetapkan pendirian mengenai soal jang utama ini. Maka bagi saja sendiri, saja anggap adalah kewadjiban saja untuk membahas persoalan ini sepenuhnja, sekalipun dengan risiko akan membuat kesabaran saudara² mengalami udjian jang berat.
Lagi suatu keterangan pendahuluan perlu saja sampaikan bertalian dengan Saudara Weston. Dia tidak sadja mengusulkan pendapat² kepada saudara², akan tetapi telah membelandjakan dimuka umum, pada sangkanja, demi kepentingan klas pekerdja, dan jang diketahuinja akan sangat tidak disukai oleh klas pekerdja.[1] Manifestasi keberanian moril sedemikian semestinjalah kita sekalian hormati setingginja. Saja harap bahwa, kendati gaja jang tidak di-bunga²I dari risalah saja ini, pada achir risalah ini Saudara Weston akan mendapatkan saja bersesuaian dengan apa jang pada hemat saja merupakan pikiran jang benar pada dasar dalil² Saudara Weston itu, akan tetapi jang dalam bentuknja jang sekarang tidak boleh tidak saja anggap, dalam teori, keliru dan dalam praktek, berbahaja.
Sekarang saja akan segera mulai dengan masalah jang kita hadapi.

I (Produksi dan Upah)

Alasan Saudara Weston sesungguhnja bersandar pada dua dalil: pertama, bahwa banjaknja produksi nasional adalah suatu hal jang tetap, suatu kwantitet atau besaran konstan, seperti jang mungkin dikatakan oleh ahli² ilmu pasti; kedua, bahwa banjaknja upah riil, jaitu, upah diukur dengan banjaknja barang² jang dapat dibelikannja, adalah djumlah jang tetap, suatu besaran jang konstan.
Sekarang, pertanjaannja jang bertama teranglah salah. Tahun demi tahun saudara melihat, bahwa nilai dan banjaknja produksi bertambah, bahwa daja peoduktif dari kerdja nasional bertambah, dan bahwa djumlah uang jang diperlukan untuk memperedarkan produksi jang bertambah ini selalu berubah. Apa jang benar pada achir tahun, dan pada berbagai tahun diperbandingkan satu sama lain, adalah benar untuk setiap hari rata² dalam tiap tahun. Djumlah atau besarnja produksi nasional selalu berubah. Ia bukanlah suatu besaran jang konstan akan tetapi variabel, dan selain daripada perubahan² dalam penduduk, semestinjalah begitu, oleh sebab adanja perubahan jang terus-menerus dalam akumulasi kapital dan daja produktif dari kerdja. Adalah sama sekli benar, bahwa djika hari ini berlangsung kenaikan dalam tingkat umum upah, maka kenaikan tersebut, apapun akibatnja lebih djauh, pada sendirinja, tidaklah segera mengubah djumlah produksi. Ia, per-tama², akan bertolak pada keadaan jang sedang berlaku. Akan tetapi djika sebelum kenaikan upah produksi nasional adalah variabel, dan tidak tetap, maka ia akan terus variabel dan tidak tetap sesudah ada kenaikan upah.
Akan tetapi misalkan djumlah produksi nasional konstan dan bukan variabel. Dalam hal inipun, apa jang dianggap teman kita Weston sebagai kesimpulan jang logis masih tetap merupakan pernjataan jang tidak beralasan. Djika saja mempunyai djumlah tertentu, misalnja delapan, batas² absolut dari djumlah ini tidak menghalangi bagian-bagiannja untuk mengubah batas² relatif bagian² itu. Djika laba enam dan upah dua, upah boleh bertambah mendjadi enam dan laba berkurang mendjadi dua, dan djumlah seluruhnja masih tetap delapan. Djadi djumlah tetap dari produksi sekali-kali tidak membuktikan adanja djumlah upah jang tetap. Maka bagaimana teman kita Weston membuktikan ketetapan ini? Dengan menjatakannja.
Akan tetapi sekalipun diterima pernjataannja, ini akan melipat kedua djurusan, sedang dia hanja menekannja kesatu djurusan. Djika djumlah upah merupakan besaran jang konstan, maka ia tak dapat dinaikkan atau diturunkan. Maka, djika dalam memaksakan kenaikan upah sementara, kaum buruh berlaku tolol, kaum kapitalis, dalam memaksakan turunnja upah sementara, akan bertindak tidak kurang tololnja. Teman kita Weston tidak membantah bahwa, dalam keadaan tertentu, kaum buruh dapat memaksakan kenaikan upah, akan tetapi oleh sebab djumlahnja sudah kodratnja tetap, maka mestilah ia disusul oleh suatu reaksi. Dilain pihak, dia djuga tahu bahwa kaum kapitalis dapat memaksakan turunnja upah, dan, sesungguhnja, selalu berusaha untuk memaksakannja. Sesuai dengan prinsip ketetapan upah, maka suatu reaksi seharusnja menjusul dalam hal ini, tidak kurang daripada dalam hal jang pertama. Karena itu kaum buruh jang mengadakan reaksi terhadap usaha, atau tindakan, penurunan upah, adalah bertindak tepat. Karena itu mereka akan bertindak tepat dengan memaksakan kenaikan upah, oleh sebab setiap reaksi terhadap penurunan upah adalah aksi untuk kenaikan upah. Sesuai dengan prinsip Saudara Weston sendiri tentang ketetapan upah, maka kaum buruh, dalam keadaan tertentu, seharusnjalah bergabung dan berdjuang untuk kenaikan upah.
Djika dia membantah kesimpulan ini, maka dia melepaskan dalil, jang menimbulkan kesimpulan ini. Dia tidak boleh mengatakan bahwa djumlah upah adalah kwalitet konstan, akan tetapi bahwa, meskipun upah tidak dapat dan tidak boleh meningkat, upah dapat dan boleh turun, bilamana kapital suka menurunkannja. Djika si kapitalis suka menjuruh saudara makan kentang sebagai ganti dari daging, dan haver sebagai ganti dari gandum, maka saudara harus menerima kemauannja sebagai hukum ekonomi politik, dan tunduk kepadanja. Djika disesuatu negeri tingkat upah lebih tinggi daripada dinegeri jang lain, umpamanja, di Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Inggris, maka saudara harus menerangkan perbedaan tingkat upah ini oleh sebab adanja perbedaan antara kemauan kapitalis Amerika dan kemauan kapitalis Inggris, suatu tjara jang pasti sangat menjederhanakan bukan sadja studi tentang gedjala² ekonomi, akan tetapi tentang segala gedjala lainnja.
Akan tetapi begitupun, kita masih bisa bertanja, mengapa kemauan kapitalis Amerika berbeda dengan kemauan kapitalis Inggris? Dan untuk mendjawab pertanjaan ini saudara harus melampaui wilajah kemauan. Seorang pendeta bisa menerangkan kepadaku bahwa Tuhan mau sesuatu hal di Perantjis, dan hal lain di Inggris. Djika saja minta kepadanja untuk menerangkan keduaan kemauan ini, dia barangkali, dengan tiada malu, akan mendjawab, bahwa Tuhan mau mempunjai satu kemauan di Perantjis dan satu kemauan lain di Inggris. Akan tetapi teman kita Weston tentu bukan orang jang akan mengadjukan alasan, jang begitu mengingkari samasekali segala akal sehat.
Kemauan kapitalis sudah pasti adalah untuk mengambil sebanjak mungkin. Jang harus kita lakukan bukanlah membitjarakan kemauannja, akan tetapi menjelidiki kekuasaannja, batas² kekuasaan itu, dan watak dari batas² itu.

Share:
Lokasi: Palu, Palu City, Central Sulawesi, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Diberdayakan oleh Blogger.

Sample Text

Cari Blog Ini

Ordered List

Recent Posts

Unordered List

Featured Post

Tergerusnya gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme

Tergerusnya   gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme Bukan sesuatu yang asing lagi mengenai persoalan perempuan, sejak per...

Pages

Theme Support