Minggu, 02 September 2018

Kurang dapat perhatian



Teringat dengan kejadian yang menakjubkan, kedatangan sekelompok bule untuk berwisata. Antusias masyarakat dan pemerintah setempat begitu luar biasa menyambut kedatangan bule, bahkan respon pemerintah setempat menyambut kedatangan bule. menurunkan pasukan militer untuk mengawal perjalanan sekelempok bule mengelilingi daerah kami.

kejadian yang menakjubkan terulang kembali beberapa hari yang lalu, sekelempok bule tiba di Daerah kami, dengan tujuan yang berbedah. Kedatangan mereka yang pertama, bertujuan untuk berwisata,tetapi kedatangan mereka kali ini bertujuan untuk melaksanakan pernikahan dengan seorang gadis yang berasal dari Daerah kami.
Persoalannya bukan terdapat pada siapa yang menjadi istrinya, dan siapa yang menjadi papa dan mama mantunya, tetapi pada respon mayoritas masyarakat dan pemerintah setempat, yang melihat kedatangan bule sebagai momentum yang tidak bisa di lewatkan.

Pernikahan seorang laki-laki berkulit putih, memiliki postur badan tinggi (bule) dan seorang gadis yang berasal dari Daerah kami, menjadi klining topic yang hangat di perbincangkan, dalam dunia maya maupun dunia nyata. Adapun kelompok intelektual yang ikut terlibat dalam aksi jepret atau berfoto-foto dengan bule, dan hasil dari jepretan  dijadikan bahan propaganda bahwa daerah kami kedatangan bule, seakan bule ini adalah spesies langkah yang harus di lestarika dan dibudidayakan.

Yang muncul dalam pemikiran masyarakat setempat dan beberapa kelompok intelektual, kedatangan bule menunjukan daerah yang maju.--terlepas dari pemikiran masyarakat. perlu pembaca mengetahui bahwa daerah kami masi tergolong daerah berkembang, dan bahkan menurut saya sendiri masih banyak yang harus di perbaikipemikiran seperti ini sudah lama dianut oleh masyarakat di daerah kami, akibat dari propaganda media, yang selalu menyiarkan kondisi pulau bali di berbagai siaran televesi,sehingga mendorong masyarakat berfikir bahwa bule di butuhkan untuk perkembangan daerah. Adapun masyarakat yang terkena penyakit rasisme berfikir bahwa kehadiran bule akan merusak anak bangsa. Keadaan ini tidak menutup kemungkinan terjadi di daerah-daerah lain

Dalam penyakit rasisme orang-orang akan cenderung mempraktekan diskriminasi. Contohnya orang yang terkena penyakit ini akan berfikir setiap asing,aseng adalah spesies yang harus di jahui, “ibarat penyakit yang menakutkan dan mematikan“ penyakit yang lahir dari prodak penguasa ini, terus di kampanyekan dan meluas sampai ke masyarakat akar rumput. Dan menjadi senjata politikus untuk menjaga tempatnya, “agar watak tikus yang suka mencuri keju milik orang tetap bisa di praktekkan” (korupsi).

Singkat cerita, keadaan di atas adalah problem yang terjadi di daerah kami, mengapa kedatangan bule menjadi problem? Bukan kedatangan bule yang menjadi problem, tapi praktek-praktek yang lakukan masyarakat dan Pemerintah adalah problem yang sesegera mungkin harus di selesaikan.
Sejak awal kedatangan bule dengan tujuan berwisata, dan sampai kedatangan bule yang lain dengan tujuan untuk menikah, telah menunjukan kepada kita, minimnya kesadaran rezim untuk mensejaterakan rakyat, dan budaya individualistic yang di anut oleh masyarakat setempat. Mengapa demikian? Problem yang terjadi didaerah tercintah kita begitu banyak, tapi aparatur Negara pura-pura tidak tahu apa yang terjadi, kemiskinan yang merajalela, pengangguran yang membludak sehingga mendorong anak muda kita untuk berfikir pragmatis dan memilih mencari nafka diDaerah lain untuk masa depan.

Tapi yang disalahkan malahan si miskinnya, entenya aja yang malas akhirnya miskin, si miskin dengan keadaan tak berdaya, memilih untuk pasra, dimanakah perhatian hangat pemerintah setempat untuk membantu si miskin? Kenapa perhatian hangat itu hanya di perlakukan kepada bule.? Apakah karena si bule mengenakan jam yang mewah, baju yang mahal, sehingga pemerintah memperlakukannya seperti manusia ajaib?

Tapi si miskin yang bermodalkan dua tangan, dan dua kaki tidak berhak mendapatkan perhatian yang hangat?  Ketika menjelang pesta rakyat, semua penguasa mendekati mereka, foto bersama ,makan bersama dan semua yang dilakukan mengatasnamakan rakyat. Si miskin ingin berkata : wahai pemerintah, Aku lelah di PHP olehmu, serasa harga diriku telah dilecehkan oleh senyummu, saat engkau sedang tersenyum bahagia, kami sekeluarga sedang menenteskan air mata.

Si miskin ingin bertanya: Wahai pemerintahku, dimana engkau saat semua hasil pertanian kami di belih dengan harga murah?
Pemerintahku, dimana pasukan militer yang di intruksikan untuk mengawal bule mengelilingi daerah kami, mengapa ketika perampasan lahan yang dilakukan oleh pemilik modal, pasukan gagah berani itu tak ada yang mebela kami? Kedatangan pasukan gagah berani malah untuk membantu pemilik modal mengusir kami. Di mana perhatian hangat yang seharusnya kami dapatkan?

Bagi para pembaca, beberapa tulisan di atas adalah contoh problem yang terjadi di daerah kami, antara penguasa dan beberapa sector masyarakat yang menjadi objek eksploitasi. Kurangnya perhatian terhadap si miskin tidak hanya terjadi antara rezim dan rakyat, di lingkaran masyarakat itu sendiri terjadi problem  serupa. Seperti yang saya tuliskan di atas, kedatangan bule menunjukan minimnya kesadaran rezim untuk mensejaterahkan rakyat, dan budaya individualistic yang di anut oleh masyarakat setempat.

Hilangnya kolektifisme dalam lingkaran masyarakat adalah salah satu problem yang sesegera mungkin untuk di selesaikan, budaya kolektifisme yang terkikis di akibatkan budaya konsumtif, membentuk masyarakat yang individualistik (ingin menang sendiri). Mengapa demikian? Kembali kita melihat tulisan di atas, kedatangan bule menjadi perbincangan yang hangat di daerah kami, untuk memenuhi hasrat konsumtif. Aksi jepret atau foto-foto bareng bule tidak terhindarkan lagi. Hampir keseluruhan yang foto bareng dengan bule ingin memperlihatkan kepada orang lain bahwa mereka yang terbaik,  dan ada juga yang memkampanyekan issue rasis, anti asing dan segala macam.

Jika ada yang ingin membantah agument tersebut, biarkanlah pertanyaan ini yang akan menjadi jawaban dari bantahan kalian, jika bukan karena ingin memperlihatkan kepada orang lain, apa yang menjadi alasan kalian untuk mengerumuni bule yang datang? Tindakan yang dilakukan oleh mereka adalah contoh dari penyakit rasisme dan individualistic.

Budaya individualistic menciptakan manusia menjadi robot dan berusaha untuk menjadi paling kuat, bahkan berbagai cara akan di lakukan untuk mengalahkan sainganya, tak heran jika kenapa perhatian terhadap si miskin telah hilang bahkan dari masyarakat sekitar. Rasa kebersamaan telah tergantikan dengan rasa takut untuk kalah saing dengn orang lain.

Rasa kepedulian sesama manusia telah tergantikan dengan rasa ingin menghancurkan lawan, kerja sama hanya kata yang diucapkan tapi dalam prateknya kerja penindasan, semuanya adalah dampak dari budaya individualistic. Kehilangan kolektifisme (persatuan) adalah salah satu problem yang harus di selesaikan oleh kelompok intelektual, sebab membangun kolektifisme adalah salah satu syarat yang harus di penuhi dalam menyelesikan problem-problem yang terjadi di Daerah. Walaupun harus di sayangkan adapun kelompok intelektual  yang telah terkontaminasi dengan budaya individualistic.
Sekian tulis dari saya.
Terima  kasih



Share:
Lokasi: Toli-Toli Regency, Central Sulawesi, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Definition List

Diberdayakan oleh Blogger.

Sample Text

Cari Blog Ini

Ordered List

Recent Posts

Unordered List

Featured Post

Tergerusnya gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme

Tergerusnya   gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme Bukan sesuatu yang asing lagi mengenai persoalan perempuan, sejak per...

Pages

Theme Support