Rabu, 05 Februari 2020

Tergerusnya gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme

Tergerusnya  gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme

Bukan sesuatu yang asing lagi mengenai persoalan perempuan, sejak peralihan dari matrilineal ke patrilineal eksploitasi terhadap kaum perempuan tidak terhindarkan lagi. Dimana sejak peralihan tersebut, dominasi laki-laki terhadap perempuan seakan adalah sebuah kewajaran.

Namun hal tersebut telah memicu berbagai perlawanan kelompok perempuan, untuk mendapatkan kesetaraan, persamaan derajat dengan laki-laki dan terbebasnya dari Eksploitasi, Yang kemudian dikenal dengan ilmu Feminisme.

feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan dihadapan laki-laki saja, karena mereka sadar bahwa laki-laki (terutama kaum proletar) mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi,eksploitasi serta represi dari system yang tidak manusiawi. Pada intinya gerakan feminisme adalah perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju sistem yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Pada hakikatnya gerakan Feminisme mempunyai 1 (satu) ciri dasar, yaitu: kesadaran, dengan adanya rasa sadar kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya gerakan feminisme itu perlu dipelajari. Karena feminism adalah salah satu perjuangan untuk menciptakan perubahan sosial.

Akhir-akhir ini khususnya Negara Indonesia, telah bangkit berbagai gerakan feminism,simpatisan feminism,dan bahkan telah  bertransformasi menjadi kelompok-kelompok yang tidak dapat teridentifikasi. Terdapat berbagai pertanyaan dewasa ini, apakah laki-laki dapat menjadi feminis.? Pertanyaan tersebut mengingatkan penulis pada seseorang yang lagi terkenal di berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Beliau adalah Rocky Gerung seseorang yang lagi viral diberbagai media, tapi pada tulisan kali ini, penulis bukan ingin membahas soal naik daunnya Rock Gerung melainkan mengingat kuliah umum yang berlangsung di kantor Yayasan Jurnal Perempuan pada hari Kamis, 6 Juli 2017.

Beliau mengatakan: “menjadi feminis bukan hanya kecerdasan akademis belaka, menjadi feminis adalah sebuah panggilan etis”[1] berangkat dari argumentasi beliau kita dapat menjawab pertanyaan di atas, bahwa laki-laki dapat menjadi feminis. Ini bukanlah pengetahuan baru atau jawaban  baru, karena penulis merasa sudah banyak yang mengetahui jawaban ini, Bahwa feminisme adalah panggilan etis. Sehingga dalam mempelajari feminisme kita tidak dapat dibatasi dengan perbedaan seks atau jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki dalam hal biologis.
Dewasa ini, penulis merasa sebagian orang mengartikan feminisme tidak lagi sebagai panggilan etis, tetapi sebagai ilmu untuk mendapat persetubuhan gratis. Mengapa demikian.? Seperti yang tertulis diatas ciri dasar dari feminisme adalah kesadaran, dalam proses penyadaran kita dapat menemukan orang-orang yang menggunakan feminisme untuk membuat wanita terkagum-kagum dengan kecerdasannya. Sehingga membuat sang wanita jatuh dalam pelukannya yang berujung pada persetubuhan gratis.

Adapun keberhasilan (kegoblokan) dalam proses penyadaran, tetapi yang terjadi adalah liberalisasi tubuh sendiri dengan dalil kesetaraan. Yang kemudian menjadikan liberalisasi tubuh sebagai standar dari keberhasilan ilmu feminisme. Sadar atau tidak liberalisasi tubuh adalah bagian untuk mempertahankan system yang tidak manusiawi. Sehingga ilmu feminisme menjadi perjuangan emansipasi terhadap laki-laki saja, disisi lain laki-laki telah menjalankan kewajiban budaya patrilineal. Kemalasan berfikir bagaimana yang sedang terjadi dinegara kita.?
Tidak sebatas itu saja, kita dapat menemukan kelompok perempuan menjadikan tubuhnya untuk menjerat laki-laki kedalam ranah hukum, menjadikan standarisasi keberhasilan feminisme adalah menjebloskan semua lelaki dalam jeruji besi. 

Persoalan diatas menjadi tolak ukur, bahwa sejatinya feminisme mulai tergerus yang lama kelamaan terjerumus dalam subjektifitas, persoalan tersebut didasari oleh super ego dari kedua bela pihak. Sejatinya feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan dihadapan laki-laki saja tetapi feminisme adalah bagian dari perubahan system yang tidak manusiawi.
Begitupun sebaliknya, feminisme bukan cabang ilmu untuk menggorogoti tubuh wanita apalagi sampai meliberalkan tubuh tersebut, karena feminisme adalah ethic of right, tentang kepeduliaan bukan tentang keperluan.

Cabang ilmu feminisme yang mulai berkembang pada awal abad ke-16, menuntut kita untuk jauh berfikir dengan analisis objektif, dimana berbagai kesenjangan yang dialami oleh kedua belah pihak diakibatkan oleh system ekonomi-politik. Sehingga feminisme tidak bersifat sempit melainkan bersifat universal, seperti yang disebutkan diatas bahwa ciri dasar dari feminisme adalah kesadaran.
Dimana pentingnya kolaborasi antara ilmu sosialisme dengan ilmu feminisme harus dilakukan karena kedua ilmu tersebut adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, dominasi terjadi akibat adanya monopoli oleh segelitir orang.karena feminisme adalah jalan perubahan massal bukan perbudakan massal. Hentikan eksploitasi dengan berdalilkan feminisme. Karena tidak akan adanya kesetaraan tanpa pembebasan perempuan.
   


[1] https://www.jurnalperempuan.org/warta-feminis/rocky-gerung-menjadi-laki-laki-feminis-bukan-soal-kecerdasan-akademik-belaka-melainkan-sebuah-panggilan-etis
Share:

Sabtu, 01 Februari 2020

Belum Waktunya Pembangunan Kampus Menjadi Solusi


Belum Waktunya Pembangunan Kampus Menjadi Solusi
Pendidikan adalah salah kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, namun seiring dengan perkembangan zaman berbagai persoalan dalam dunia pendidikan tidak terhindarkan lagi. Berangkat dari persoalan komersialisasi pendidikan, menurunnya kwualitas pendidikan dan bahkan sampai pada eksploitasi peserta didik (Budak Pendidikan).

Jangan Hancurkan Pikiranmu
Menyebabkan berbagai respon positif dan negative dari berbagai kalangan mencuak kepermukaan, memang kita sadari bersama persoalan pendidikan adalah urgensi yang perlu secepatnya dituntaskan. Karena mengingat pendidikan adalah jantung dari peradaban manusia, dan mengakses pendidikan adalah hak setiap individu.

Namun kewajiban Negara dalam memberikan pendidikan terhadap Rakyat masi terabaikan, dapat kita jumpai Beberapa Daerah yang belum memberikan akses pendidikan terhadap rakyatnya khususnya dalam jenjang Strata satu (S1).
Hal demikian terjadi pada Daerah Kab Buol Sulawesi tengah, yang kemudian menjadi baro meter terhadap pemda Kab Buol. Hingga saat ini masih lalai dalam memberikan akses pendidikan terhadap rakyat Kab Buol.

Persoalan tersebut mendapat respon berbagai kelompok pergerakan Kab Buol, sehingga melahirkan selogan Buol butuh campus. Selogan tersebut sedikit membuat resah  penulis dan pada kesempatan kali ini, izinkan penulis menuangkan keresahannya dalam tulisan ini.

Penulis merasa bahwa Kab Buol belum membutuhkan kampus saat ini, namun Kab Buol membutuhkan peradaban Baru. Kita Perlu bercemin pada Daerah-Daerah tetangga yang telah memiliki Universitas/sekolah tinggi, dengan adanya Universitas/sekolah tinggi belum mampu menjadi solusi untuk persoalan pendidikan, seperti yang sebutkan di atas komersialisasi pendidikan, kwualitas pendidikan, dan eksploitasi peserta didik tidak terjawab dengan ada dan tidak adanya universitas/Sekolah tinggi.

Melainkan penulis merasa gerakan membangun kampus adalah gerakan berdasarkan analisis sempit, mengapa demikian.? Karena kita perlu sadari persoalan pendidikan tidak sesempit lahan kampus. Melainkan persoalan pendidikan adalah persoalan universal yang perlu dicermati dengan prespektif yang universal pula.

Pembangunan Universitas/sekolah Tinggi malahan akan menyebabkan tingkat apatis dan pragmatis akan semakin tinggi, kita dapat melihat tingkat apatis dan pragmatis dalam beberapa konsolidasi terakhir. Jika kita balik logikanya, akan seperti apa tingkat apatis dan pragmatis mereka jika Universitas/Sekolah tinggi berdiri diKab Buol.?

Berikutnya pembangunan Universitas/Sekolah Tinggi akan menyebabkan tingkat eksploitasi yang ikut meningkat, dimana nantinya komerialisasi pendidikan tidak dapat dibendung oleh kelompok Gerakan yang notabene adalah kelompok minoritas.

Selanjutnya adalah kwualitas pendidikan yang tidak dapat dijamin oleh siapapun, bahkan oleh Pemda Kab Buol. Jangan sampai gerakan yang berlatar belakang analisis sempit ini, malahan akan menjerumuskan pemuda kita pada ruang-ruang kebodohan. Secara hitung-hitungan  matematika kelompok yang menginginkan pembangunan Universitas/Sekolah tinggi adalah kelompok minoritas.
penulis sadar dengan tulisan ini  akan banyak mendapatkan kritikan dan pertanyaan mengenai nasib pemuda yang tidak memiliki tempat untuk melanjutakan pendidikan sampai pada strata satu (S1), namun jawabannya adalah membiarkan mereka untuk menempu pendidikan strata satu di Daerah lain, bukan berati Universitas/Sekolah Tinggi yang berada di Daerah lain, telah menjawab persoalan pendidikan yang disebutkan diatas.

Jika persoalannya adalah masalah ekonomi maka biarkanlah mereka melanjutkan pendidikan strata satu di clas jauh yang terdapat di Daerah Kab Buol. Mengapa demikian.? Karena kita harus mengerti pendidikan adalah jalan untuk menuju pembebasan, dengan sedikitnya kesadaran maka pendidikan tidak akan menjadi pembebasan, melainkan akan menjadi alat untuk menindas.
Namun jika mereka dibenturkan dengan persoalan yang semakin besar dalam dunia pendidikan, tidak menutup kemungkinan kesadaran akan terdistribusikan secara merata kepada mereka. Bahwa persoalan pendidikan terdapat pada system bukan pada gedung.

Berangkat dari kesadaran diatas, kelompok minoritas yang menginginkan kampus akan menjadi kelompok mayoritas. Dengan peningkatan jumlah massa, maka dapat merubah persoalan-persoalan dalam pendidikan Kab Buol, karena perbuahan dapat terjadi dengan kesadaran yang merata terhadap massa rakyat.

 Tetapi tanpa kesadaran merata maka pendidikan tidak akan menjadi jalan pembebasan, tetapi akan menjadi penindasan massal.

Demikian tulisan yang dapat disajikan oleh penulis.
Penulis menyadari dengan keterbatasan yang dimilikinya, maka penulis berharap agar kiranya ada kritikan dalam mengembangkan prespektif penulis.
Share:

Definition List

Diberdayakan oleh Blogger.

Sample Text

Cari Blog Ini

Ordered List

Recent Posts

Unordered List

Featured Post

Tergerusnya gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme

Tergerusnya   gerakan feminisme dalam ruang-ruang subjektifisme Bukan sesuatu yang asing lagi mengenai persoalan perempuan, sejak per...

Pages

Theme Support